MediaGo – Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan transaksi kripto di Indonesia
Selain faktor makroekonomi global yang goyah akibat resesi dan geopolitik yang memanas, tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan pengenaan pajak aset kripto yang berlaku sejak 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan per Juni 2022 juga berpengaruh.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan telah berhasil mengantongi penerimaan negara dari pajak kripto sebesar Rp126,75 miliar selama periode selama Juni – Agustus 2022.
“Pada dasarnya, kami sebagai pelaku industri aset kripto di Indonesia, senang dengan adanya regulasi pajak kripto. Dengan begitu, industri kripto bisa lebih legitimate dan dapat membantu menambah penerimaan negara dari sektor pajak,” ungkap Manda.
Data internal Aspakrindo menemukan pajak menyebabkan efek yang berkepanjangan bagi pedagang atau exchange kripto lokal dibandingkan dengan global. Volume transaksi exchange lokal belum bisa rebound setelah pajak diberlakukan, berbeda dengan global.
Fee transaksi ditambah pajak yang diterapkan oleh exchange lokal kalah kompetitif dengan exchange global yang lebih jauh rendah dengan rata rata trading fee. Hal ini yang membuat nasabah beralih untuk mencari cost trading termurah.
“Kami terus mendorong penegakan penerapan pajak kepada exchange global dan tidak terdaftar, sehingga menghasilkan equal playing field. Berdasarkan Pasal 10 PMK 68, bahwa exchanger yang berkedudukan di luar Indonesia dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN serta memberikan fasilitas perpajakan yang lebih suportif bagi market maker dalam rangka membentuk likuiditas di Indonesia,” pungkas Manda.