Mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming akhirnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Kamis (28/7/2022). Mantan Bupati di daerah Kalimantan Selatan ini dilakukan pada Kamis siang sekitar pukul 14.02 WIB setelah ia menyerahkan dirinya ke KPK.
Sebelum penahanan tersebut, KPK sempat mengabarkan bahwa KPK memasukkan Mardani Maming dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada hari Selasa 26 Juli 2022. Hal tersebut lantaran Maming mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK sebanyak dua kali.
Panggilan pertama Maming ini pada 14 Juli 2022 dan ia mangkir dengan alasan proses praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan masih berjalan. Sementara panggilan kedua pada 21 Juli 2022 Maming mangkir juga.
Karena hal tersebut, Penyidik KPK akhirnya menjemput paksa Maming di apartemennya pada tanggal 25 Juli 2022 tetapi KPK tidak menemukan keberadaan dari Bendahara Umum Non Aktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Maming dituduh kabur dari pemeriksaan akibat mangkirnya dari persidangan. Namun Mardani Maming membantah hal tersebut dan ia mengatakan bahwa ia pergi melakukan ziarah ke makam Wali Songo.
“Beberapa hari saya tidak ada bukannya saya hilang, tapi saya pergi ziarah. Ziarah ke Wali Songo,” ucap Maming ketika ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2022).
Sebelumnya, Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap atas izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Mantan bupati Tanah Bumbu ini diduga telah menerima suap lebih dari Rp 104,3 Miliar dalam kurun waktu tujuh tahun yaitu mulai tahun 2014 hingga 2021.
Maming dikabarkan juga difasilitasi dan dibiayai untuk mendirikan beberapa perusahaan setelah memberikan izin untuk pertambangan dan produksi batubara milik PT Prolindo Cipta Nusantara.
Disamping itu, praperadilan yang Miming ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut ditolak. Hakim dari pengadilan tersebut menolak permohonan yang diajukan Maming.
Dari perkara kasus suap tersebut, Maming akhirnya diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf B maupun pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 (KUHP).