MediaGo – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2022 dapat mencapai targetnya pada kisaran 5,1 persen sampai 5,3 persen. Meski di tengah dinamika perekonomian global yang sangat bergejolak.
Hal itu terlihat dari kinerja perdagangan internasional Indonesia yang mencatatkan surplus dalam 31 bulan terakhir. Selain itu, tingkat inflasi domestik tahun 2022 yang moderat dan tetap terkendali ditengah banyak tekanan.
“Inflasi Indonesia mencapai 5,5 persen didukung kebijakan stabilisasi serta berfungsinya peran APBN sebagai shock absorber,“ kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers virtual pada Selasa (3/1/2022).
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 akan akan tumbuh berkisar dari perkiraan terendah 5,30 persen sampai tertingginya 5,40 persen year on year (yoy).
Proyeksi tersebut didasarkan pada hasil pertumbuhan (yoy) yang diperoleh di kuartal pertama sebesar 5,01 persen), kuartal dua sebesar 5,44 persen, dan kuartal tiga sebesar 5,72 persen yang menunjukkan tren kenaikan sejak awal 2022 serta tumbuh diatas berbagai ekspektasi.
Menurut Apindo, hasil pertumbuhan di ketiga kuartal tersebut memberikan pattern yang prediktif terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal empat 2022 (yoy) maupun untuk keseluruhan tahun 2022 (yoy).
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2023
Dalam keterangan tertulisnya, Apindo memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 secara keseluruhan akan berada di kisaran 5,00 persen sampai 5,30 persen (yoy). Diperkirakan, tingkat inflasi pada 2023 antara 3,60 persen sampai 5,00 persen serta rata-rata nilai tukar Rupiah di kisaran Rp15.200 sampai Rp15.800 per dolar USD. Â
Proyeksi rentang pertumbuhan tersebut berdasarkan pertimbangan atas tiga hal utama. Pertama, pemulihan ekonomi yang berjalan cukup baik di tahun 2022, di antaranya sebagai hasil dari sejumlah program proteksi sosial dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Kedua, sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat untuk meredam berbagai dampak dari inflasi global dan kelesuan ekonomi dunia. Ketiga, sayangnya terdapat kurang konsistennya pelaksanaan agenda reformasi struktural yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif.