MediaGo – Dalam gelaran tahunan Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) 2023 di Summarecon Mal Serpong, Rabu (19/7/2023), Setali Indonesia bersama Control New menghadirkan 30 koleksi bertema “Reuse and Reboot” yang mengedepankan produk sustainable.
Narasumber Setali Indonesia, Evi Natalia, mengatakan, kepedulian ini berangkat dari banyaknya limbah fashion yang sangat banyak di Indonesia dan berdampak buruk bagi bumi dan isinya.
“Sebagai fashion desainer, kita melihat banyak proses produksi yang begitu cepat, massal dan kita nge-reboot sistem seperti Control New jika dikomputer. Kita dapat 0,3 ton sumbangan limbah kain dan kita reuse kembali, dengan menggunakan metode dari nenek moyang kita,” ungkap Evi.
Lanjut Evi, metode tersebut dinilai bisa menambah umur dari pakaian yang kita gunakan dan tidak hanya berdampak baik untuk lingkungan tapi untuk sosial juga. Seperti halnya penjahit yang merupakan ibu-ibu yang terkena dampak saat pandemi.
“Kita sortir bagian yang bagus untuk baju baru, dan yang tidak layak kita cacah untuk bahan workshop. Ini sangat penting untuk mengurangi limbah, sekecil apapun kontribusi kami pasti berdampak baik. Kami berharap dapat memberikan edukasi untuk khalayak banyak dengan konsep Barang Lama Bersemi Kembali (BLBK),” imbuhnya.
Sedangkan untuk pangsa pasarnya adalah menengah keatas. Dengan range harga Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta untuk barang artisan Setali Indonesia dan bagi orang yang cukup mengerti dah paham fashion dan yang lebih peduli terhadap lingkungan.
Sementara Narasumber dari Control New, Afif Misthapa mengatakan, Control New adalah sebuah brand Indonesia yang berfokus pada konsep sustainable fashion dengan menggunakan limbah kain sebagai bahan utama untuk membuat produk.
“Kami mengubah limbah kain dari tukang vermak keliling menjadi barang-barang handmade yang baru, otentik, dan ekspresif melalui proses daur ulang yang didominasi oleh denim dengan berbagai macam ukuran dan warna, serta menggunakan beberapa jenis kain lain seperti katun, linen, dan sebagainya,” jelas Afif.
Lanjut Afif, 70 persen metode koleksinya ini terinspirasi dari teknik lama dari Jepang, lantaran saat itu di Jepang sulit mencari bahan baku. Yakni Sashiko dan Boro. Sashiko adalah sebuah jahitan yang membentuk pola, sedangkan boro adalah kelanjutan dari proses sashiko yang dijahit kembali secara berkala.
“Jika ada baju robek bisa ditambal dengan Boro atau tambalan dari kain perca, dengan memori dan pakaian compang camping. Untuk Sashiko yaitu jaitan kecil untuk mempertahankan kain perca agar kuat,” bebernya.