SDH Lippo Harapan Sekolah Dian Harapan Display Ad
Friday, July 4, 2025
spot_imgspot_img
HomeGaya HidupRiset: Bukan Childfree, Tapi Banyak Orang Indonesia Tak Mampu Punya Anak

Riset: Bukan Childfree, Tapi Banyak Orang Indonesia Tak Mampu Punya Anak

Bertolak belakang dengan anggapan umum bahwa generasi masa kini enggan memiliki anak, laporan terbaru menunjukkan kenyataan yang lebih kompleks: jutaan orang di seluruh dunia tidak dapat memiliki jumlah anak yang mereka inginkan. Bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak mampu.

Hal ini terungkap dalam laporan State of World Population 2025 (SWP 2025) yang dirilis oleh United Nations Population Fund (UNFPA) bekerja sama dengan lembaga survei internasional YouGov. Mengusung judul “Krisis Fertilitas Sesungguhnya: Membangun Kekuatan Individu untuk Mengambil Keputusan Reproduksi di Dunia yang Terus Berubah,” laporan ini menyajikan hasil survei dari 14 ribu partisipan di 14 negara yang mewakili lebih dari sepertiga populasi global—termasuk Indonesia.

Keinginan Punya Anak Tidak Sejalan dengan Realitas

anak
Freepik

Menurut laporan ini, satu dari lima orang di seluruh dunia tidak akan memiliki jumlah anak yang mereka inginkan. Mereka bukan tidak ingin menjadi orang tua, namun berbagai kondisi sosial dan ekonomi membuat keinginan tersebut sulit terwujud.

Sejumlah faktor utama yang menghambat keputusan tersebut antara lain:

  • Biaya membesarkan anak yang tinggi
  • Ketidakstabilan pekerjaan
  • Kesulitan mendapatkan perumahan
  • Kekhawatiran tentang situasi politik dan sosial dunia
  • Tidak menemukan pasangan yang sesuai

Laporan ini menegaskan bahwa masalah fertilitas modern tidak semata-mata berkaitan dengan perubahan preferensi atau gaya hidup, melainkan juga akibat dari tekanan sistemik dan struktur sosial yang tidak mendukung kehidupan keluarga.

Temuan di Indonesia: 70 Persen Ingin Dua Anak atau Lebih

close up newborn baby

Di Indonesia, hasil survei mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen responden menginginkan dua anak atau lebih. Namun, sebanyak 17 persen partisipan menyatakan mereka kemungkinan akan memiliki lebih sedikit anak daripada yang mereka harapkan. Hanya 6 persen yang percaya akan memiliki lebih banyak anak dari keinginan awal mereka.

Dalam konferensi pers SWP 2025 yang digelar di Jakarta pada 3 Juli 2025, Hassan Mohtashami, Perwakilan UNFPA Indonesia, menegaskan bahwa krisis fertilitas yang sesungguhnya bukan disebabkan oleh keengganan memiliki anak, melainkan oleh ketidakmampuan untuk memenuhi keinginan tersebut.

Survei menunjukkan bahwa warga Indonesia menghadapi berbagai hambatan dalam mewujudkan keinginan memiliki jumlah anak sesuai harapan. Alasan utama yang diungkapkan meliputi keterbatasan finansial (39%), keterbatasan akses atau kepemilikan perumahan (22%), serta ketidakamanan kerja atau pengangguran (20%).

Selain itu, kekhawatiran terhadap situasi politik atau sosial (14%) dan dampak perubahan iklim serta ketidakpastian masa depan (9%) turut menjadi faktor yang membebani keputusan tersebut. Kombinasi dari tekanan ekonomi ini, ditambah dengan norma sosial yang cenderung membebani peran gender dalam keluarga, menciptakan tantangan serius dalam mendukung pilihan reproduksi yang sehat, bebas, dan sukarela.

Apa yang Harus Dilakukan?

5 Tips Menabung Untuk Liburan Bersama Keluarga

UNFPA menekankan bahwa jawaban atas krisis fertilitas bukanlah mendorong orang untuk memiliki lebih banyak anak, tetapi membantu individu dan pasangan untuk menciptakan keluarga sesuai keinginan mereka.

Menurut Mohtashami, “Kita perlu merespons kebutuhan nyata individu. Mulai dari cuti melahirkan yang memadai, layanan fertilitas yang terjangkau, hingga menciptakan lingkungan sosial dan ekonomi yang lebih mendukung.”

Kebijakan dan infrastruktur yang mendukung perencanaan keluarga dan kesejahteraan reproduksi adalah kunci dalam menghadapi tantangan ini. Pemerintah dan sektor swasta dapat berkontribusi melalui penyediaan cuti melahirkan ibu dan ayah yang fleksibel dan berbayar. Subsidi atau insentif untuk biaya pendidikan anak dan pengasuhan. Akses yang lebih baik terhadap konseling keluarga dan layanan kesehatan reproduksi. Dukungan perumahan untuk keluarga muda, serta peningkatan stabilitas kerja dan jaminan sosial bagi calon orang tua

Laporan SWP 2025 ini menyoroti perlunya perubahan paradigma dalam cara negara-negara memandang fertilitas. Alih-alih fokus pada angka kelahiran sebagai target kebijakan, UNFPA menyerukan pendekatan yang berpusat pada hak dan keinginan individu.

“Masalah yang kita hadapi bukanlah bahwa orang tidak ingin memiliki anak,” ujar Mohtashami. “Masalahnya adalah banyak orang tidak mampu menciptakan keluarga seperti yang mereka harapkan.”

Krisis fertilitas global adalah refleksi dari dunia yang semakin kompleks dan tidak ramah keluarga. Dengan memahami bahwa banyak orang sebenarnya ingin memiliki lebih banyak anak, namun terhalang oleh realitas hidup yang sulit, kita bisa mulai membangun solusi yang lebih adil dan manusiawi. Kesejahteraan keluarga bukan hanya urusan individu, melainkan tanggung jawab bersama seluruh sistem sosial dan kebijakan publik.

CopyAMP code
Fajria Anindya Utami
Fajria Anindya Utami
A passionate content writer who has eagerly enhance her skill everyday. And a journalist background with strong economic experience.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

- Advertisment -spot_img
spot_img

Most Popular

spot_img