MediaGo – Kabar redenominasi kembali ramai dibicarakan beberapa hari terakhir ini. Isu tersebut muncul di tujuh uang rupiah kertas tahun emisi 2022 yang jika diterawang tidak tampak tiga angka nol di belakangnya.
Misalnya, isu redenominasi muncul pada uang rupiah kertas pecahan Rp100.000, maka jika diterawang akan terlihat angka 100. Begitu pula dengan uang pecahan Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, dan Rp1.000.
Hal tersebut menimbulkan spekulasi bahwa penghilangan tiga angka nol tersebut sebagai tanda persiapan redenominasi. Pasalnya isu redenominasi sudah kerap muncul sejak dua tahun lalu.
Baca juga: BI Luncurkan Tujuh Pecahan Uang Kertas Baru, Mulai Dari Pecahan Rp1.000 Hingga Rp100 Ribu
Menanggapi isu tersebut, Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim menegaskan bahwa hilangnya tiga angka nol tersebut tidak ada kaitannya dengan redenominasi.
Tidak adanya tiga angka nol saat uang baru diterawang karena adanya keterbatasan ruang di benang pengaman dan permukaan uang. Karenanya, Bank Indonesia (BI) memangkas nominal tiga angka nol agak lebih mudah dikenali dan diidentifikasi pecahan uang tersebut.
Alasan lainnya adalah karena pada uang rupiah baru 2022, BI mengadopsi sistem pengamanan yang berbeda dari uang tahun emisi (TE) sebelumnya, yaitu electrotype yang merupakan varian dari tanda air (watermark).
Baca juga: Apa Perbedaan Uang Rupiah Baru Dengan Uang Keluaran Lama?
Apa itu Redenominasi?
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya.
Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap barang atau jasa.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan (nilai) uang. Sanering pernah terjadi di Indonesia pada 25 Agustua 1959.
Baca juga: Dua Orang Terkonfirmasi Cacar Monyet Di Jakarta, Waspada Ancaman Penyebaran Lokal
Saat itu, uang rupiah pecahan Rp500 dan Rp1.000 diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Artinya, uang rupiah saat itu dipangkas nilainya hingga 90 persen.
Kebijakan sanering juga memberi dampak penurunan daya beli masyarakat karena nilai uang yang dimiliki berkurang, sementara harga tetap normal.
Dari penjelasan di atas, maka berbeda antara redenominasi dan sanering. Redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang sehingga tidak mempengaruhi harga barang.
Redenominasi hanyalah penyederhanaan pecahan uang agar lebih efisien dalam bertransaksi. Jadi redenominasi bukanlah sanering.