MediaGo – Rentannya keamanan dan kerahasiaan data pribadi merupakan topik yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini. Berbagai isu menjadi pemantik hangatnya diskusi terkait persoalan perlindungan data pribadi.
Berbagai persoalan mulai dari kebocoran data pribadi bukan hanya terjadi di tanah pribadi tapi juga terjadi di berbagai institusi, maraknya jual beli data melalui situs online, hingga tumpang tindihnya ketentuan yang ada.
Undang-undang No. 27 Tahun 2022 dikeluarkan untuk menjamin hak dasar warga negara terkait Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Namun ada sejumlah tantangan perlindungan data pribadi, khususnya di sektor perbankan.
“Kunci tercapainya tujuan utama dari UU tersebut adalah pemahaman yang tepat dari industri, pelaku usaha, dan masyarakat itu sendiri,” kata Head of Legal & Corporate Secretary PT Bank DBS Indonesia Yosea Iskandar dalam keterangan resminya.
Bahaya Pemberian Persetujuan Data Pribadi
Berbagai kasus yang terjadi mengindikasikan kurangnya pemahaman sebagian besar anggota masyarakat akan dampak penyalahgunaan data pribadi. Salah satu yang masih marah terjadi adalah kasus penipuan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Yosea menceritakan kasus penipuan pinjaman online (pinjol) ilegal dengan korban yang mendapati sejumlah uang masuk ke rekeningnya lalu diminta untuk mengembalikan uang tersebut beserta bunga yang mencekik leher.
Padahal korban merasa tidak pernah mengajukan pinjaman tersebut dan mengaku pernah meminjam ke operator pinjol ilegal lain. namun sudah dibayar lunas. Kondisi itu menunjukkan data-data pribadi korban telah dimanfaatkan oleh pinjol ilegal untuk memberikan pinjaman tanpa izin.
Peminjam secara legal formal mungkin telah memberikan persetujuan kepada pihak pinjol ilegal untuk memanfaatkan data pribadinya untuk mengajukan pinjaman. Akan tetapi pada kenyataannya, peminjam belum tentu menyadari luasnya cakupan persetujuan yang diberikannya.
Yosea mengimbau setiap orang mengetahui dampak memberikan persetujuan terkait penggunaan data pribadinya. Ketika nama dan nomor telepon yang bocor ke pihak yang tidak bertanggung jawab, informasi tersebut dapat digunakan untuk menawarkan produk ilegal seperti judi online.
Jika tidak berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial, aplikasi belanja, dan penelusuran internet, berbagai data lain bisa bertebaran di mana-mana. Alhasil, ketika nama, nomor telepon, dan nomor kartu kredit bocor, pelaku kriminal bisa memanfaatkannya untuk melakukan penipuan kartu kredit.
“Ketika informasi yang bocor masih sedikit, mungkin kita sama sekali tidak sadar atau tidak merasakannya. Namun, semakin banyak informasi yang bocor, semakin besar tingkat risiko yang kita hadapi. Bukan hanya bagi kita, bahkan bagi keluarga kita,” jelas Yosea.