MediaGo – Pandemi menjadi masa suram bagi bisnis sektor properti. Hampir semua lini properti terdampak mulai dari perumahan, apartemen, perkantoran, retail, hotel, dan industrial estate. Begitu pandemi usai, properti yang punya peluang cepat pulih adalah hotel.
Hal itu diungkapkan President Center for Market Education – ID Chandra Rambey dalam sebuah seminar Economic and Business Outlook yang diselenggarakan oleh Universitas Prasetiya Mulya pada pertengahan April 2023 lalu.
“Properti komersial, khususnya perkantoran justru mendapat tekanan tinggi karena kebutuhan akan kantor berkurang, mengingat perusahaan multinasional dan besar cenderung menerapkan pola kerja hybrid,” ungkapnya.
Meski mengalami tekanan, okupansi perkantoran masih relatif ada. Pasalnya, properti perkantoran yang menerapkan konsep green building masih menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan multinasional.
Krisis Ekonomi dan Real Estate
Sektor real estate bisa memberikan indikasi tentang tren ekonomi masa mendatang. Berbagai kajian menyebutkan adanya relasi yang cukup kuat antara krisis ekonomi dan real estate. Berdasarkan penelitian panjang di Amerika, disimpulkan bahwa setiap krisis ekonomi diawali oleh penurunan investasi dan penurunan penjualan di bidang properti.
Candra menerangkan, krisis ekonomi dihadapkan pada dua sisi kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan moneter yang lemah justru akan menambah housing bubble. Masyarakat akan tetap membeli rumah, padahal tidak punya kemampuan yang cukup.
Sedangkan krisis terus berjalan, sehingga kemampuan mereka dalam menyelesaikan kewajiban juga menurun. Sementara itu, kebijakan fiskal memberi keleluasaan kepada masyarakat untuk menambah jumlah utang, yang pada akhirnya juga berdampak pada kemampuan mereka dalam menyelesaikan kewajiban.
Suku Bunga Naik
Saat ini tingkat suku bunga cenderung naik, karena Bank Indonesia berusaha menahan laju inflasi. Namun, hal tersebut justru memukul para pengembang atau pelaku industri properti. Kenaikan suku bunga akan mengurangi tingkat pembelian dan investasi di sektor properti. Akibatnya, housing bubble kembali terjadi.
Menurut Chandra, Ada kebijakan yang menguntungkan bagi pengembang, yaitu kemudahan bagi masyarakat untuk membayar uang muka rumah dan PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) yang 50 persennya ditanggung oleh pemerintah.
“Dua kebijakan ini mendorong masyarakat untuk berani membeli rumah. Kebijakan ini menguntungkan di jangka pendek dan menengah, namun bisa merugikan di masa mendatang, karena ekspektasi masyarakat terhadap properti akan terus seperti itu,” ucapnya.