MediaGo – Hidilyn Diaz mengukir sejarah untuk dirinya serta Filipina di OIimpiade Tokyo 2020. Atlet angkat besi itu meraih medali emas pertama kepada negara asalnya sepanjang keikutsertaan Filipina selama 97 tahun di ajang olahraga terbesar tersebut.
Atlet berusia 30 tahun tersebut menyabet medali emas saat turun di kelas 55 kg putri, dengan mencatatkan total angkatan 213 kg. Ia mengalahkan jawara China, Liao Qiuyun.

Kendati demikian, perjalanan Hidilyn Diaz meraih juara tidaklah mudah. Berbagai rintangan menghadang lifter kelahiran Zamboanga tersebut. Akan tetapi, tekadnya sangat kuat untuk menjadi yang terbaik di ajang bergengsi empat tahunan itu. Dia ingin meraih emas!
Hidilyn Diaz sebetulnya telah meraih medali perak di Olimpiade Rio 2016. Akan tetapi, prestasi tersebut tampaknya tidak membuatnya puas. Pada 2018, atlet unggulan Filipina itu bekerja sama dengan pelatih top China, Gao Kaiwen. Sang pelatih pun yang turut mengiringi perjuangan sang atlet hingga menjadi juara Olimpiade.
Hidilyn Diaz Anak Tukang Becak
Hidilyn Diaz hanyalah seorang putri pengemudi becak di sebuah desa miskin dekat Zamboanga. Dia meninggalkan keluarganya sejak Desember 2019 untuk mempersiapkan diri tampil di Olimpiade.
Sang lifter sempat meminta donasi di instagram pribadinya pada Juni 2019. Aksi itu terpaksa dilakukan karena situasi keuangannya tidak menentu. Di sisi lain, sang atlet tampaknya tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah setempat.
“Saya mengalami kesulitan,” tulisnya dalam bahasa Filipina di Instagram. “Saya malu untuk meminta di sini, tapi saya tidak akan ragu melakukan ini untuk mimpi saya dan untuk negara kita membawa pulang medali emas di Olimpiade,” ujarnya dilansir dari Channelnewsasia pada Selasa, 27 Juli 2021.

Aksinya itu pun menjadi viral. Beberapa public figure pun menyumbangkan hartanya untuk sang atlet. Komisi Olahraga Filipina pun tertampar dan bergerak memberi 2 juta peso (Rp579 juta) untuknya dari tak lama setelah postingan Instagram tersebut diunggah.
Atlet veteran itu awalnya pergi berlatih di Malaysia pada Februari 2020. Hal itu merupakan saran dari pelatih. Menurut Gao, akan lebih baik baginya saat dia fokus pada kualifikasi ke Tokyo.
Namun, beberapa minggu kemudian muncul pembatasan sosial karena pandemi Covid-19. Hal itu membuat Diaz harus menghadapi kenyataan tutupnya gym, kurangnya akses ke peralatan angkat besi dan ketidakpastian apakah Olimpiade akan diadakan atau tidak sama sekali.
Selama berbulan-bulan, Diaz dan timnya terjebak di sebuah blok apartemen di ibu kota Kuala Lumpur. Mereka terpaksa berlatih di dalam kamar. Namun, mereka harus berhati-hati agar tidak merusak lantai keramik saat berlatih dengan beban.
Pada Oktober tahun lalu, dia pindah ke negara bagian pantai selatan Melaka. Mereka menempati sebuah rumah milik seorang pejabat angkat besi Malaysia. Di sana dia terpaksa berlatih di garasi rumah selama beberapa bulan. Barbel bertebaran di gym dadakan tersebut, tetapi semangat Diaz tidak goyah.
Kini, segala kesulitan telah terbayar. Dia akan disambut sebagai pahlawan ketika kembali ke Filipina.
“Saya tidak tahu apakah saya seorang pahlawan nasional,” katanya setelah memenangkan emas bersejarah Olimpiade.
“Tapi saya bersyukur Tuhan menggunakan saya untuk menginspirasi semua generasi muda dan semua orang Filipina untuk terus berjuang selama pandemi ini,” tutupnya.
Gaya Latihan Hidilyn Diaz
Bagi Filipina, ini adalah pertama kalinya lagu kebangsaan berkumandang dalam seremoni pengalungan medali. Ini juga menjadi emas olimpiade pertama dalam kurun 97 tahun lamanya.
Semua pasti tak mengira bahwa sukses Hidilyn diraih dengan perjuangan, darah, dan air mata. Ia berlatih tak mengenal lelah, meski dengan peralatan seadanya dan sederhana. Bahkan, ia juga tak masalah dengan mengangkat barbel di halaman rumahnya. Hal ini untuk melatih otot-ototnya demi sukses dalam Olimpiade Tokyo 2020. Selain itu, ia juga seringkali menggunakan kusen pintu, sambil mengangkat tas atau dua galon kecil untuk melatih kekuatan ototnya.

Potret latihan sederhana Hidilyn memang bukan mengada-ada. Faktanya ia berasal dari keluarga miskin. Ia tinggal bersama orangtua dan kelima saudaranya.
Karena kemiskinannya, sewaktu kecil Hidilyn sempat bercita-cita bekerja di bank supaya bisa mendapat banyak uang. “Lalu menikah, memiliki anak. Sama sekali tak berpikir tampil di olimpiade. Ayahku sebelumnya bekerja sebagai tukang becak, lalu petani dan nelayan,” ujar Hidilyn menceritakan cerita keluarganya.
Lalu angkat besi-lah yang mengangkat derajat kehidupannya. Berkat angkat besi, Hidilyn mendapat beasiswa dan bisa bepergian ke luar negeri.
Angkat besi juga yang membantu keluarganya lepas dari kemiskinan. “Saya bisa membelikan tanah untuk saudara-saudaraku dan untuk tempat latihanku. Saya bisa membantu keluarga dan anak-anak yang hidup tanpa memiliki rumah,” ujarnya.