Sebuah tragedi memilukan terjadi pada Minggu (29/12/2024) ketika sebuah pesawat komersial milik maskapai Jeju Air mengalami kecelakaan fatal di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan. Sebanyak 179 dari 181 penumpang di dalamnya dinyatakan meninggal dunia, sementara dua penumpang lainnya berhasil selamat.
Pesawat jenis Boeing 737-800 ini terbang dari Bangkok, Thailand, pada pukul 01.30 waktu setempat dan dijadwalkan mendarat di Muan pada pukul 08.30 waktu setempat. Namun, upaya pendaratan pertama gagal, dan pesawat terpaksa berputar-putar di sekitar bandara sebelum mencoba mendarat kembali. Saat mendarat, pesawat keluar dari landasan pacu dengan roda pendaratan yang tampaknya tidak berfungsi, menyebabkan badan pesawat langsung menghantam tanah dan akhirnya meledak.
Korban dan Kondisi Penumpang Jeju Air
Dikutip dari Yonhap News, korban termuda yang meninggal adalah seorang anak laki-laki berusia tiga tahun. Lima dari 179 korban tewas berusia di bawah 10 tahun, dan dua di antaranya adalah warga negara Thailand. Dua penumpang yang selamat, keduanya adalah pramugari pesawat, kini sedang dirawat intensif di rumah sakit.
- Lee (33 tahun): Dirawat di Rumah Sakit Universitas Wanita Ewha Seoul. Dia mengalami patah tulang dan berada dalam perawatan khusus untuk mencegah komplikasi seperti kelumpuhan.
- Koo (25 tahun): Dirawat di Asan Medical Center di Seoul dengan cedera pada pergelangan kaki dan kepala. Kondisinya dilaporkan stabil.
Dugaan Penyebab Kecelakaan Jeju Air
Penyelidikan awal menunjukkan kemungkinan adanya kegagalan roda pendaratan akibat tabrakan burung. Namun, sejumlah ahli penerbangan menilai penyebab ini masih terlalu sederhana. Profesor Choi Kee-young dari Universitas Inha menyebut bahwa roda pendaratan yang tidak memanjang dan kerusakan pada sistem rem menjadi indikasi utama masalah teknis lebih besar.
“Jika Anda melihat videonya, roda pendaratan tidak memanjang, dan pesawat jatuh dengan kehilangan kecepatan yang sangat sedikit,” jelas Profesor Choi.
Kim Kyu-wang, direktur Pusat Pendidikan Penerbangan Universitas Hanseo, menambahkan bahwa sistem hidrolik yang mengoperasikan roda pendaratan mungkin telah rusak akibat tabrakan burung. Namun, ia juga mencatat bahwa kegagalan satu mesin saja biasanya tidak menyebabkan kecelakaan seburuk ini.
Para ahli mendesak dilakukannya investigasi menyeluruh untuk menentukan apakah kecelakaan ini disebabkan oleh cacat desain pesawat, buruknya perawatan, atau kombinasi keduanya.
“Kami perlu menganalisis penyebabnya, tetapi sangat tidak biasa jika ketiga roda pendaratan gagal digunakan,” kata Kim In-gyu dari Universitas Dirgantara Korea.
Insiden Tambahan pada Pesawat Jeju Air
Hanya sehari setelah kecelakaan fatal ini, sebuah pesawat Jeju Air lain bernomor penerbangan 7C101 yang berangkat dari Bandara Gimpo, Seoul, menuju Jeju, mengalami masalah roda pendaratan.
Kapten pesawat sempat mendeteksi sinyal masalah tak lama setelah lepas landas. Pesawat berhasil kembali dan mendarat dengan selamat di Bandara Gimpo. Dari 161 penumpang, 21 memilih membatalkan penerbangan lanjutan karena kekhawatiran akan keselamatan.
“Ketika roda pendaratan dipastikan berfungsi normal setelah tindakan tambahan, kapten memutuskan untuk kembali ke bandara untuk pemeriksaan keselamatan,” kata Song Kyung-hoon, kepala kantor pendukung manajemen Jeju Air.
Wakil Menteri Transportasi Korea Selatan, Joo Jong-wan, menegaskan bahwa panjang landasan pacu di Bandara Muan bukan faktor penyebab kecelakaan. Dinding di ujung landasan telah dibangun sesuai standar industri.
Jeju Air sendiri menolak memberikan komentar mengenai penyebab kecelakaan saat ini, dengan alasan penyelidikan masih berlangsung. Namun, insiden beruntun ini memunculkan desakan agar maskapai meningkatkan standar keselamatan dan pemeliharaan armada.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa keselamatan penerbangan harus selalu menjadi prioritas utama. Investigasi menyeluruh akan menentukan langkah-langkah untuk mencegah insiden serupa di masa depan.