MediaGo – Kemenerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terus mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT. RUU PPRT ini tak kunjung disahkan sejak 19 tahun lalu.
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan, urgensi pengesahan RUU PPRT ini bukan hanya untuk memberikan perlindungan bagi pekerja rumah tangga (PRT), tetapi juga untuk generasi di masa depan yang harus dilindungi.
Seluruh pihak harus membangun optimisme bahwa UU PPRT ini mengatur hal-hal yang baik. Namun yang terpenting saat ini adalah menyamakan pemahaman atau persepsi, tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pengesahan RUU PPRT.
“Kemnaker (Pengawas Ketenagakerjaan-red) tak dapat bekerja sendirian. Semua komponen harus digerakkan termasuk kolega kami di daerah. Dengan komitmen yang baik untuk melindungi salah satu komponen bangsa kita (PRT-red), Insha Allah akan terjadi kesepahaman yang baik,” ujar Haiyani
Kementerian Ketenagakerjaan bersama para stakeholder akan fokus pada percepatan pembahasan RUU PPRT dengan kembali melihat secara detil Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang ada. Kemudian, Kemnaker akan melakukan uji publik ke masyarakat
“Selain itu, dilakukan pula uji publik ke masyarakat melalui berbagai kegiatan penyebaran informasi untuk menyebarluaskan pentingnya regulasi pelindungan PRT dan mengumpulkan respon positif dan substantif dari masyarakat untuk memperkaya draft RUU PPRT yang masuk daftar prolegnas prioritas tahun 2023 untuk segera disahkan,” jelas Haiyani.
Diungkapkan, permasalahan PRT yang ada ini saat ini adalah problem kelembagaan. Saat ini, banyak yang mengatasnamakan Lembaga Perekrutan PRT. Namun hanya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) atau bahkan tidak memiliki NIB.
Padahal berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2021, Lembaga Penempatan PRT wajib memiliki NIB dan sertifikat standar terverifikasi yang diajukan melalui aplikasi OSS dan Permenaker.
“Penempatan oleh lembaga yang tak berijin inilah yang menimbulkan potensi human trafficking. Di antaranya tak ada perjanjian kerja, perlakuan tak baik dari pemberi kerja, pemotongan gaji, perekrutan pekerja di bawah usia 18 tahun, dan lainnya,” kata Haiyani.
“PRT adalah manusia biasa dan akan melahirkan generasi yang dibutuhkan negara untuk menjadi generasi yang kuat dan kokoh karena perlindungan dilakukan secara baik dan benar,” tambahnya.