Hustle culture adalah istilah yang baru-baru ini sering disebut dalam dunia pekerjaan. Ada yang merasa ini merupakan hal baik, ada juga yang menentangnya habis-habisan karena dapat menimbulkan dampak buruk dalam jangka panjang. Lalu seperti apa dampak hustle culture yang akan kamu rasakan? Simak selengkapnya, yuk.
Apa itu hustle culture?
Memiliki rutinitas sehari-hari memang tak ada salahnya. Tetapi bagaimana jika rutinitas yang kamu lakukan hanya berputar disitu-situ saja? Contohnya seperti, bangun tidur, langsung cek email kerjaan. Di kantor, bekerja tak kenal lelah dan sampai rumah pun masih menyelesaikan pekerjaan. Apabila kamu merasakannya, ternyata hal itu merupakan salah satu contoh hustle culture yang sering ditemui di lingkungan kerja.
Seperti dilansir dari laman Impact Plus, hustle culture adalah standar di masyarakat yang menganggap bahwa kamu hanya bisa mencapai sukses kalau benar-benar mendedikasikan hidupmu untuk pekerjaan dan bekerja sekeras-kerasnya. Istilah sederhananya workaholism, tetapi dibalut dengan sebutan yang terlihat lebih keren saja.
Budaya ini menjadi suatu hal yang normal karena tidak dibuat batasan jelas antara kehidupan profesional dan pribadi. Ingin sukses dan produktif, tapi justru jadi tidak memikirkan kesehatan fisik dan mental.
Memang benar bahwa atasan bisa meminta bawahannya untuk melakukan apa saja tanpa kenal waktu, dan bawahan pun merasa punya tuntutan untuk memenuhi hal tersebut.
Sebenarnya memang tak salah kalau ingin bekerja keras dan mengedepankan pekerjaan. Namun, akan berdampak buruk kalau kamu sampai tidak bisa menikmati hidup dan tak punya prioritas lain selain bekerja. Penting untuk kamu ketahui, meskipun bekerja kamu harus bisa membedakan waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Dampak buruk hustle culture
Berikut ini adalah beberapa dampak buruk hustle culture yang bisa kamu rasakan:
- Stres berlebihan
- Mengalami burnout.
- Terkena penyakit fisik.
- Tidak punya waktu untuk kehidupan pribadi.
Kalau ditanya apa dampak baiknya, bisa dibilang hampir tak ada. Istilahnya seperti ini, atasan sering menghubungi di akhir pekan dan malam hari, meminta kamu untuk mengerjakan planning untuk sebuah proyek.
Merasa harus memenuhi standar hustle culture agar bisa sukses, kamu pun menyanggupinya terus-menerus. Nah, dari riset Forbes kita bisa menyimpulkan bahwa hustle culture adalah budaya yang sia-sia.
Pasalnya, banting tulang puluhan jam per minggu dan membiarkan dirimu istirahat sesekali bisa membuahkan hasil akhir yang sama saja.
Cara menghindari hustle culture di dunia pekerjaan
Agar kamu terhindar dari budaya seperti ini, berikut beberapa hal yang bisa kamu lakukan seperti:
1. Jangan membandingkan diri dengan orang dari media sosial
Salah satu sumber tekanan yang menciptakan hustle culture itu sendiri adalah media sosial. Semua orang ingin terlihat sukses dan mapan dengan pekerjaannya, lalu dengan bangga memamerkan bekerja tengah malam atau di akhir pekan, dan sebagainya.
Nah, jangan bandingkan dirimu dengan mereka atau bahkan membuat ekspektasi lebih terhadap diri sendiri hanya karena orang lain melakukan hal tersebut. Setiap orang punya pace masing-masing, jangan takut terlihat tidak sukses atau terlambat mencapai posisi yang “seharusnya” dicapai.
2. Cari hobi di luar pekerjaan
Dilansir dari New York Times, mencari waktu luang untuk menjalani hobi dan apapun itu yang dicintai bisa buat hidupmu lebih seimbang. Istilah yang mungkin lebih familiar untukmu, work-life balance. Jangan biarkan pekerjaan memakan seluruh waktu dan hidupmu. Namun, jangan terlalu leyeh-leyeh juga. Carilah titik paling seimbang di tengah-tengah.
3. Tahu batasan diri
Cara terakhir untuk menghindari terjebak dalam hustle culture adalah mengetahui batasan diri dan membuat batasan yang jelas. Tahu kapan harus bilang tidak dan berani untuk mengatakannya. Tahu kapan badan sudah meminta untuk istirahat, tahu kapan bisa diajak bekerja keras.
Intinya, jangan sampai memaksakan diri hanya karena ingin memenuhi standar yang bisa dibilang tidak manusiawi. Hustle culture adalah budaya yang bisa pelan-pelan dihilangkan, kalau tiap orang bisa membatasi diri dan menghargai orang lain. Dengan melakukan itu, setidaknya kamu dapat menghargai bahwa tiap orang punya kehidupan di luar pekerjaan dan berhak untuk menjalaninya.
Baca juga: 5 Cara Mengatur Waktu Bagi Kamu yang Suka Menunda Pekerjaan